OELAMASI, kupang-media.net | Kisruh relokasi warga Pulau Kera kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, bukan soal kebijakan pemerintah, tapi soal manuver organisasi mahasiswa yang mengklaim peduli—namun dituding abai terhadap etika komunikasi resmi.
Rencana dialog publik yang digagas Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu (IKIF) mendadak jadi sorotan. Bukan karena substansi, tapi karena carut-marut koordinasi dan penggunaan materi publikasi yang dinilai serampangan.
Pemerintah Kabupaten Kupang angkat suara. Melalui Staf Khusus Bupati, Sipri Klau, Pemkab menyesalkan sikap IKIF yang dianggap melangkahi prosedur komunikasi. Bahkan, surat audiensi yang diklaim sudah dikirim mahasiswa, hingga kini belum jelas rimbanya.
“Tidak ada surat resmi yang masuk. Kalau memang ada, bisa didisposisikan ke Wakil Bupati atau OPD. Tapi faktanya, nihil,” tegas Sipri, Rabu (21/5/2025).
Yang lebih bikin gerah, foto Bupati Kupang digunakan dalam materi promosi dialog tanpa izin. “Ini bukan soal suka atau tidak suka. Pejabat publik tetap punya hak atas representasi dirinya. Jangan main asal pakai, apalagi disebar di media sosial. Kami beri waktu 1 x 24 jam untuk turunkan. Kalau tidak, akan kami kaji aspek hukumnya,” ancam Sipri.
Pemkab tak menutup ruang dialog. Tapi mereka menegaskan, idealisme intelektual harus berjalan berdampingan dengan tata krama birokrasi. “Kami terbuka. Tapi jangan tabrak aturan lalu berlindung atas nama kepedulian sosial,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua IKIF, Asten Bait, berdalih surat permohonan audiensi sudah dikirim 20 Mei lalu. Tapi ia sendiri tidak tahu siapa yang menerima surat tersebut. Bukti administrasi? Belum ada.
Persoalan ini membuka wajah buram komunikasi antara generasi muda dan birokrasi. Gagasan bagus tanpa saluran resmi, hanya akan melahirkan kebisingan, bukan solusi.”Kabupaten Kupang tak butuh sensasi. Kabupaten Kupang butuh sinergi”.(*AB