NTT, kupang-media.net | Polemik klaim ulang hak pensiun atas nama Thimotius Feoh kembali memantik perdebatan publik setelah Direktur Utama Perusahan Air Minum Daerah Kabupaten Kupang, Jony B. Sulaiman, S.Sos., M.Si., secara tegas menyatakan bahwa yang bersangkutan telah menerima manfaat pensiun secara sekaligus sehingga sejak Mei 2022 yang bersangkutan tidak lagi berhak menerima pembayaran pensiun bulanan.
Berdasarkan dokumen yang dikutip dari manajemen Perusahan Air Minum Daerah Kabupaten Kupang , keputusan tersebut berlandaskan Keputusan Pengurus Dana Pensiun Bersama Perusahaan Daerah Air Minum Seluruh Indonesia nomor 023.1/SKPH/DP/IV/2022, yang ditetapkan di Jakarta pada 14 April 2022.
Dokumen itu, menurut penjelasan Dirut Jony, memutuskan pembayaran manfaat pensiun untuk Thimotius Feoh dilaksanakan sekaligus, sehingga pembayaran berkala dihentikan terhitung Mei 2022.
“Saya tegaskan saudara Timotius Foeh sudah menerima haknya, yakni pembayaran manfaat pensiun sekaligus pada tanggal 14 April 2022. Kejadiannya sudah diselesaikan sesuai aturan yang berlaku,” kata Dirut Jony saat memaparkan kronologi dan dasar administrasi yang dimiliki perusahaan.
Ia menegaskan bahwa perhitungan pencairan dilakukan oleh pihak DAPENMA PAMSI di Jakarta sedangkan perusahaan hanya menyetor kewajiban iuran, selama masa kerja pegawai tersebut.
Dalam pemaparan panjangnya, Dirut Jony menjelaskan mekanisme pembayaran pensiun yang kerap menimbulkan kebingungan: pegawai yang mengajukan pencairan sekaligus bisa menerima uang muka pensiun (umumnya 20% dari total hak), kemudian memproses pelunasan sisanya.
Menurut manajemen, Thimotius memilih menerima kontribusi sekaligus karena nilai pensiun bulanan dianggap tidak memadai. “Yang bersangkutan menerima uang muka dan proses pencairan sudah dilakukan maka hubungan kepegawaian dengan PDAM pun berakhir setelah itu,” ujarnya.
Namun, pernyataan Dirut itu tidak serta-merta menghentikan desakan dari beberapa pihak yang menuntut penghitungan ulang. Ada permintaan tertulis agar dilakukan rekalkulasi besaran penghasilan dasar pensiun (phdp), karena klaim adanya selisih antara perhitungan yang dilakukan perusahaan dan angka yang diajukan oleh ahli waris atau pihak terkait. Dirut Jony menjawab bahwa PDAM siap menyelesaikan klaim bila bukti perhitungan konkrit diserahkan: “Kalau ada hal-hal yang masih harus kami selesaikan, kami akan selesaikan. Tapi bila tidak ada bukti, jangan mengarang perhitungan sendiri.”
Salah satu titik sensitif adalah perbedaan perhitungan antara pensiun normal dan pensiun dipercepat (pensiun dini). Dirut Jony menekankan bahwa rumus, faktor pengali, serta nilai kini (present value) untuk pensiun dipercepat berbeda sehingga hasil akhir bisa jauh berbeda dibandingkan pensiun normal. Selain itu, PDAM berkewajiban menyesuaikan perhitungan dengan kemampuan perusahaan dan aturan pengelolaan dana pensiun yang diatur otoritas terkait.
Dari dokumen internal yang diungkap PDAM, tercatat adanya pencairan uang muka sekitar 20% — disebut-sebut “sekitar Rp25 juta” dalam proses administrasi — serta pencairan lanjutan yang membuat total klaim mencapai puluhan juta rupiah. Namun, angka pastinya menurut manajemen telah direalisasikan sesuai prosedur dan tidak ada kewajiban lanjutan setelah pencairan tersebut.
Isu ini kemudian meluas karena ada desakan rekomendasi dari pihak-pihak tertentu (termasuk disebutnya rekomendasi dari pejabat lokal) agar kewajiban perusahaan dibayar penuh. Dirut Jony menanggapi bahwa rekomendasi lisan tidak cukup; PDAM butuh rekomendasi tertulis dan dokumen pendukung agar administrasi perusahaan tetap akuntabel dan sesuai regulasi.
Kasus ini memunculkan dua tuntutan publik: pertama, kebutuhan transparansi dokumen—agar masyarakat dan pihak keluarga dapat melihat salinan Keputusan Dana Pensiun dan bukti pembayaran; kedua, klarifikasi teknis dari lembaga pengawas dana pensiun mengenai perhitungan phdp dan kewajiban perusahaan. Tanpa itu, perdebatan praktik formula perhitungan pensiun akan terus mengawang di ruang publik.
Sementara PDAM menegaskan kepatuhan pada keputusan formal dan kebijakan pengelolaan dana pensiun, langkah berikutnya yang dinantikan publik adalah publikasi data resmi dan audit independen yang dapat menutup celah spekulasi. Jika bukti jelas menunjukkan pembayaran telah dilakukan sesuai ketentuan, maka klaim ulang hanya bisa dibuka dengan dokumen baru yang sah — bukan sekadar klaim verbal.
Untuk menuntaskan kontroversi, Dirut Jony meminta pihak yang merasa dirugikan untuk menyertakan melakukan pengaduan ke DAPENMA PAMSI, bukan ke PDAM.
“Silahkan ajukan bukti perhitungan yang jelas ke DAPENMA PAMSI agar perusahaan dapat melakukan verifikasi dan, bila perlu, penyelesaian administrasi sesuai aturan yang berlaku”, tegas Jony
Sebagai bukti atau arsip pembayaran pensiunan bagi seluruh mantan pegawai Perumda Air Minum Daerah Kabupaten Kupang yang sudah pensiun masih tersimpan rapih,”Tutup Dirut Jhoni