“Di balik senyumnya yang sederhana, Wakil Bupati Kupang ini menyimpan semangat membumi dan pendekatan kepemimpinan yang tidak dibuat-buat”
Di tengah dinding logam dingin lift, seorang perempuan muda tersenyum lebar. Di atas kepalanya, sebuah kantong plastik besar bertengger tanpa beban, seolah menjadi mahkota sederhana dalam rutinitas harian yang tak ingin terlalu banyak basa-basi. Dialah Aurum Titu Eki, Wakil Bupati Kupang—yang dalam momen ini
Potret ini bukan sekadar gambar seseorang membawa barang belanjaan. Ini adalah potret kepemimpinan yang membumi. Aurum tak ragu menunjukkan sisi egaliter dan luwes. Ia tetap menjadi dirinya sendiri: perempuan muda, aktif, dan bersahaja. Tak ada protokol, tak ada simbol kekuasaan—hanya senyum, pakaian kasual, dan keintiman yang hangat dengan kehidupan sehari-hari rakyatnya.
Momen tersebut bisa jadi sepele bagi sebagian orang, namun justru di situlah letak kekuatannya. Di tengah narasi publik yang lelah oleh pemimpin yang tampil elitis, potret ini membawa pesan kuat: pemimpin bukan untuk ditakuti, melainkan untuk dekat. Kepemimpinan bukan soal gaya bicara formal di podium, tapi keberanian untuk tetap otentik meski berada di tengah sorotan.
Sikap apa adanya yang ditunjukkan Aurum ini juga mencerminkan filosofi lokal Timor: “Tasi tana, tasi ina”—tanah dan laut adalah ibu yang memelihara. Seorang pemimpin, seperti ibu, harus bisa turun tangan, mengangkat beban, bahkan jika itu hanya sekantong plastik, untuk menunjukkan bahwa ia ada bersama rakyatnya, tidak di atas mereka.
Di era politik, Aurum Titu Eki hadir dengan narasi berbeda: ia tidak mengejar sorotan, justru sorotanlah yang mengejarnya karena ketulusannya. Sebuah pelajaran penting bahwa kadang, menjadi pemimpin berarti berani terlihat sederhana.