Oelamasi, kupang-media.net | Senja belum lagi tenggelam di ufuk barat ketika debu beterbangan di Lapangan Upacara Civic Center, Oelamasi, Jumat, (20/6). Di atas tanah keras yang selama bertahun-tahun digarap dengan cangkul, 31 traktor roda empat berderet laksana pasukan hijau tua. Suara mesin diesel yang baru saja dipanasi memecah keheningan, menandai babak baru modernisasi pertanian di Kabupaten Kupang.
Bupati Kupang Yosef Lede melangkah ke podium, mengenakan kemeja putih yang basah oleh keringat tipis. “Ini bukan sekadar pembagian alat. Ini soal martabat petani,” ujarnya, membuka sambutan. Total nilai bantuan yang disalurkan pemerintah pusat lewat Pemerintah Kabupaten Kupang itu mencapai Rp 15 miliar—angka yang setara dengan harapan ribuan petani yang menggantungkan hidup pada musim hujan yang makin ringkas.
Proses mendapatkan bantuan, kata Yosef, jauh dari kata mudah. “Kami bersaing dengan puluhan kabupaten lain. Tanpa detail laporan lahan garapan, produktivitas, hingga rekam jejak kelompok, tidak ada peluang,” ujarnya sambil menghentakkan telapak tangan ke mimbar, menegaskan tekad. Tahap pertama, 15 unit plus dua traktor besar disalurkan. Hari itu, 31 traktor roda empat resmi diterima para ketua kelompok tani (Poktan). Sisanya—empat hingga lima Poktan—dijanjikan mendapat jatah dalam dua hari ke depan.
Yosef mengimbau agar traktor digunakan, bukan dipajang di linimasa media sosial. “Kalau dua bulan nongkrong di garasi, saya tarik,” ujarnya tegas, menerima aplaus tertahan. Ucapan itu merujuk pada praktik sebagian penerima program sebelumnya yang gemar memamerkan alat, tapi lahan tetap terbengkalai.
Di atas panggung sederhana, Wakil Bupati Aurum Titu Eki berdiri di sebelah kanan Yosef. Di sisi lain, dua pimpinan DPRD Tome Da Costa (Wakil Ketua I) dan Sofia Malelak DeHaan (Wakil Ketua II) turut menandatangani berita acara serah terima.
“Jarang sekali eksekutif dan legislatif seirama hingga ke nada paling tinggi begini,” kata Tome, menyiratkan persaingan politik yang kerap memecahbelah program publik.
Sofia, mantan pendamping kelompok tani selama tiga dekade, mengaku haru. “Dulu traktor roda empat cuma mimpi—sekarang mesinnya ada di depan mata,” katanya sembari menepuk bahu seorang petani muda dari Amfoang. Ia mengingatkan soal potensi konflik antarkelompok: “Jangan sampai tanah kering ini basah oleh air mata gara-gara rebutan kunci traktor.
Di antara kerumunan, Benyamin Mone, 46 tahun, Ketua Poktan Oesao Sejahtera, menggenggam erat buku registrasi aset. “Tanah kami keras, musim hujan singkat. Satu kali salah olah lahan, gagal panen,” tuturnya. Ia memperkirakan kapasitas tanam padi dan jagung di wilayahnya bisa melonjak hingga 30 persen dengan traktor baru jika bahan bakar subsidi tak tersendat.
Dinas Pertanian Kupang menghitung, dari 138 ribu hektare lahan potensial, baru 37 persen yang dikelola mekanis. Kerusakan alat atau biaya sewa kerap membuat petani kembali ke cara lama. Kepala Dinas Pertanian Yohanes Paa menekankan pentingnya perawatan bersama.
“Kami sudah siapkan bengkel keliling. Spare part harus ready dalam 24 jam,” katanya.
Modernisasi alat hanyalah ujung gunung es. Data BPS menunjukkan produktivitas padi di Nusa Tenggara Timur masih berkisar 2,7 ton per hektare di bawah rata-rata nasional 5 ton. Tantangannya bukan cuma mesin, melainkan irigasi, pupuk, dan stabilitas harga gabah. Pemerintah Kabupaten Kupang berjanji menyalurkan combine harvester tahun depan, namun kepastian pasokan air masih tergantung hujan musiman dan pembangunan bendungan yang molor.
Saat matahari merayap turun, satu per satu petani menaiki traktor, mencoba tuas hidrolik seakan menguji masa depannya sendiri. Yosef Lede menutup acara dengan kalimat singkat,
“Kalau sawah lebih subur, dapur ikut penuh.” Deru mesin kembali mengisi udara, menggantikan tepuk tangan sebuah simfoni kecil yang menandai babak baru pertempuran petani Kupang melawan kemarau panjang.