OELAMASI, kupang-media.net | Di tengah sorotan publik atas krisis air bersih yang belum terpecahkan, Pemerintah Kabupaten Kupang melantik Johanes “Joni” Taek sebagai Dewan Pengawas Perumda Air Minum (PDAM) Kupang untuk masa bakti 2025–2030.
Prosesi singkat namun sarat simbolik itu digelar di Aula Kantor Bupati Kupang, Jumat, (20/6), dipimpin Wakil Bupati Aurum Titu Eki dan disaksikan langsung Bupati Yosef Lede.
Pelantikan ini bukan sekadar rotasi jabatan. Dengan tingkat kebocoran jaringan yang masih 38% dua kali lipat standar nasional serta cakupan layanan yang baru menjangkau 54 dari 160 desa/kelurahan, PDAM Kupang berada di persimpangan: memperbaiki tata kelola atau terus terjebak dalam lingkaran defisit pelayanan.
“Fungsi pengawasan bukan formalitas, tapi katalis bagi PDAM yang transparan, adaptif, dan berpihak pada rakyat,” Joni Taek, Dewan Pengawas PDAM Kupang
Sebagai Dewas tunggal, Joni bukan hanya diharapkan memeriksa laporan keuangan, tetapi menegakkan prinsip Good Corporate Governance dari hulu hingga hilir: mulai lelang pipa, penagihan pelanggan, sampai mitigasi non-revenue water yang menelan hampir separuh produksi. “Air adalah hak dasar. Mengawasinya berarti memastikan sekolah dan rumah tangga tak lagi menunggu tangki berbayar,” katanya dalam pernyataan pertama usai dilantik.
Ke depan, ia mesti menjawab setidaknya tiga tuntutan tugas antara lain ;
1. Kapasitas Produksi vs Pertumbuhan Penduduk
Debit produksi 230 liter/detik belum sebanding dengan lonjakan penduduk 2,6 persen per tahun. Tanpa optimalisasi sumur dalam dan instalasi baru, defisit pasokan diproyeksikan menembus 18 persen pada 2027.
2. Efisiensi Keuangan
Laporan audit 2024 menempatkan biaya operasional PDAM Kupang di Rp 5.130 per m³—tertinggi kedua di NTT—karena kebocoran fisik dan overhead pegawai.
3. Transparansi Kontrak
Proyek jaringan Oelamasi–Tarus (Rp 21 miliar) tersendat akibat adendum kontrak tiga kali dalam dua tahun. Publik menanti investigasi independen, sesuatu yang kini berada di meja Dewas.
Wakil Bupati Aurum Titu Eki menegaskan pelantikan kali ini “bukan hadiah politik”, melainkan bagian dari reformasi kelembagaan. Namun, dua staf khusus Bupati yang ikut dilantik pada hari yang sama memunculkan pertanyaan tentang “bancakan kursi” di lingkar dalam Pemkab. portal berita kupang-media.net mencatat, sejak 2023, ada enam penempatan jabatan strategis yang menunggu regulasi pengawasan ketat sebuah sinyal bahwa integritas Dewas akan diuji silang dalam praktik, bukan pidato.
Di hadapan pejabat struktural dan tokoh daerah, Joni menandatangani pakta integritas yang memuat target 100 hari:
1. Audit menyeluruh kebocoran fisik dan administratif.
2. Rencana digitalisasi meteran pelanggan untuk menekan manipulasi pembacaan.
3. Skema tarif bersubsidi bagi sekolah dan fasilitas kesehatan pedesaan.
Langkah ini dinilai vital, mengingat 58 persen pelanggan masih menggunakan meteran manual warisan proyek Water Supply for Eastern Indonesia era 1990-an. Tanpa digitalisasi, kebocoran administratif pembacaan meter fiktif dan pungutan liar akan terus merongrong keuangan PDAM
Aktivis air bersih dari Koalisi Peduli Amfoang, Maria Kaihatu, menilai pelantikan Joni “positif, tapi bukan jaminan”. “Selama PDAM belum bersedia membuka data kontrak dan jalur distribusi ke publik, Dewas mudah jadi macan kertas,” ujarnya kepada Tempo melalui sambungan telepon.
Bupati Yosef Lede menutup acara dengan ultimatum singkat: “Kami tak butuh laporan indah, kami butuh air mengalir.” Pernyataan itu sekaligus menggarisbawahi bahwa kinerja Joni akan diukur bukan dari rapat koordinasi, melainkan dari keran-keran warga yang kini kerap kering
Jika target 100 hari tercapai, PDAM Kupang berpotensi menurunkan kebocoran 5 persen dan menambah 8.000 sambungan rumah tangga baru lonjakan yang bisa menghemat hingga Rp 3 miliar per tahun dan membuka jalan bagi investasi jaringan di zona pesisir Amarasi. Tetapi tanpa pengawasan independen, jargon good governance berisiko tergerus praktik lama: proyek infrastruktur yang gemuk di atas kertas, tipis di lapangan.